Pages

Saturday, June 23, 2012

Kepuasan Kerja ( Job Satisfaction )



1.    Pengertian Kepuasan Kerja
Menurut Hasibuan (2007) Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Kepuasan kerja (job statisfaction) karyawan harus diciptakan sebaik-baiknya supaya moral kerja, dedikasi, kecintaan, dan kedisiplinan karyawan meningkat. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan. Kepuasan kerja dalam pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja, penempatan, perlakuan, peralatan, dan suasana lingkungan kerja yang baik. Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaan akan lebih mengutamakan pekerjaannya daripada balas jasa walaupun balas jasa itu penting (1).

Saturday, June 16, 2012

Kualitas Produk



Salah satu nilai utama yang diharapkan oleh pelanggan dari produsen adalah kualitas produk dan jasa yang tertinggi. Menurut American Society for Quality Control[1], kualitas adalah keseluruhan ciri serta sifat suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat.
Menurut Kotler[2] : Kualitas produk adalah kemampuan suatu barang untuk memberikan hasil / kinerja yang sesuai atau melebihi dari apa yang diinginkan pelanggan. Sedangkan Garvin yang dikutip oleh Gaspersz[3], untuk menentukan kualitas produk, dapat dimasukkan ke dalam 6 (enam) dimensi, yaitu :
1.       Performance; berkaitan dengan aspek fungsional suatu barang dan merupakan karakterisitik utama yang dipertimbangkan pelanggan dalam membeli barang tersebut.
2.       Feature; karakteristik sekunder atau pelengkap yang berguna untuk menambah fungsi dasar yang berkaitan dengan pilihan-pilihan produk dan pengembangannya.
3.       Reliability; berkaitan dengan probabilitas atau kemungkinan suatu barang berhasil menjalankan fungsinya setiap kali digunakan dalam periode waktu tertentu dan dalam kondisi tertentu pula.
4.       Conformance; berkaitan dengan tingkat kesesuaian dengan spesifikasi yang ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan. Kesesuaian merefleksikan derajat ketepatan antara karakteristik desain produk dengan karakteristik kualitas standar yang telah ditetapkan.
5.       Durability ; berkaitan dengan berapa lama suatu produk dapat digunakan.
6.       Service Ability ; karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan , kompetensi kemudahan dan akurasi dalam memberikan layanan untuk perbaikan barang.
7.       Aesthetic ; karakteristik yang bersifat subyektif mengenai nilai-nilai estetika yang berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi individual.
8.       Fit and Finish ; karakteristik yang bersifat subyektif yang berkaitan dengan perasaan pelanggan mengenai keberadaan produk sebagai produk yang berkualitas.

     Pengertian kualitas sangat beraneka ragam. Menurut Boetsh dan Denis yang dikutip oleh Fandy Tjiptono[4] : Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk,jasa,manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Pendapat diatas dapat dimaksudkan bahwa seberapa besar kualitas yang diberikan yang berhubungan dengan produk barang beserta faktor pendukungnya memenuhi harapan penggunanya. Dapat diartikan bahwa semakin memenuhi harapan konsumen, produk tersebut semakin berkualitas.
     Relevan dengan pendapat diatas, Clark[5] mendefinisikan kualitas sebagai ” how consistenly the product or service delivered meets or exceeds the customer’s (internal or eksternal) expectation and needs” (seberapa konsisten produk atau jasa yang dihasilkan dapat memenuhi pengharapan dan kebutuhan internal dan eksternal pelanggan).
Sedangkan Stevenson[6] mendefinisikan kualitas sebagai ” the ability of a product or service to consistently meet or exceed customer expectations” (kemampuan dari suatu produk atau jasa untuk memenuhi atau melebihi harapan pelanggan).
     Dengan kata lain, meskipun menurut produsennya, barang yang dihasilkannya sudah melalui prosedur kerja yang cukup baik, namun jika tetap belum mampu memenuhi standar yang dipersyaratkan oleh konsumen, maka kualitas barang atau jasa yang dihasilkan oleh produsen tersebut tetap dinilai sebagai suatu yang memiliki kualitas yang rendah. Disamping harus mampu memenuhi standar yang dipersyaratkan oleh konsumen, baik buruknya kualitas barang yang dihasilkan juga dapat dilihat dari konsistensi keterpenuhan harapan dan kebutuhan masyarakat. Pernyataan ini menegaskan bahwa kualitas tersebut hendaknya dinilai secara periodik dan berkesinambungan sehingga terlihat konsistensi keterpenuhan standar diatas.
     Dari beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas produk dapat menentukan kepuasan pelanggan yang berhubungan dengan harapan dari pelanggan itu sendiri terhadap kualitas produk yang dirasakannya. Sedangkan menurut Stevenson[7], dimensi kualitas produk adalah sebagai berikut :
1.       Performance, hal ini berkaitan dengan aspek fungsional suatu barang dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan dalam membeli barang tersebut.
2.       Aesthetics, merupakan karakteristik yang bersifat subyektif mengenai nilai-nilai estetika yang berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi individual.
3.       Special features, yaitu aspek performansi yang berguna untuk menambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan produk dan pengembangannya.
4.       Conformance, hal ini berkaitan dengan tingkat kesesuaian terhadap spesifikasi yang ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan.
5.       Reliability, hal ini yang berkaitan dengan probabilitas atau kemungkinan suatu barang berhasil menjalankan fungsinya setiap kali digunakan dalam periode waktu tertentu dan dalam kondisi tertentu pula.
6.       Durability, yaitu suatu refleksi umur ekonomis berupa ukuran daya tahan atau masa pakai barang.
7.       Perceived Quality, berkaitan dengan perasaan pelanggan mengenai keberadaan produk tersebut sebagai produk yang berkualitas.
8.       Service ability, berkaitan dengan penanganan pelayanan purna jual, seperti penanganan keluhan yang ditujukan oleh pelanggan.



[1] Kotler, Philip. Marketing Management, 11th Edition. Prentice Hall Int’l, New Jersey, 2003, p.84
[2] Ibid, p.305
[3] Umar, Husein. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hal.233
[4] Tjipto, Fandy, 2000.Strategi Pemasaran.Penerbit Andi Yogyakarta.Hal 57
[5] Clark, B.Consumer Behaviour Online.WWW.Briclarke.Hostinguk.com.2000.Hal 5
Stevenson, William J.2005.Operations Management 8th ed.McGraw-Hill.Hal 386
[7] Stevenson, William J.2005.Operations Management 8th ed.McGraw-Hill.Hal 386

Saturday, June 09, 2012

Kualitas Pelayanan

Definisi
     Pelayanan menurut Lovelock[1] didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi yang menciptakan dan memberikan manfaat bagi pelanggan pada waktu dan tempat tertentu, sebagai hasil dan tindakan mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam diri atau atas nama penerima jasa tersebut.            Sedangkan pengertian pelayanan menurut Kotler[2] yaitu setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun.
     Jadi pelayanan dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kinerja yang menciptakan manfaat bagi pelanggan dengan mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam diri atau atas nama penerima. Sehingga pelayanan itu sendiri memiliki nilai tersendiri bagi pelanggan dalam hubungannya dengan menciptakan nilai-nilai pelanggan.
Christian Gronroos[3] mengemukakan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan, yaitu :
1.      Menjaga dan memperhatikan , bahwa pelanggan akan merasakan karyawan dan sistem opersional yang ada dapat menyelesaikan problem mereka.
2.      Spontanitas, dimana karyawan menunjukkan keinginan untuk menyelesaikan masalah pelanggan.
3.      Penyelesaian masalah, karyawan yang berhubungan langsung dengan pelanggan harus memiliki kemampuan untuk menjalankan tugas berdasarkan standar yang ada, termasuk pelatihan yang diberikan untuk dapat memberikan pelayanan yang lebih baik.
4.      Perbaikan, apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan harus mempunyai personel yang dapat menyiapkan usah-usaha khusus untuk mengatasi kondisi tersebut.

Menurut Tjiptono[4], ada 4 karakteristik pokok pelayanan (jasa) yang membedakannya dengan barang , yaitu :
1.      Intangibility : tidak ada bentuk fisiknya sehingga tidak dapat dilihat, oleh karena itu pemasar menggunakan sejumlah alat untuk membuktikan kualitas pelayanan (jasa) yang ditawarkan.
2.      Inseparability : pelayanan (jasa) yang dijual tidak terpisahkan dari orang yang memasarkan. Pelayanan (jasa) diproduksi dan dikonsumsi pada saat yang bersamaan. Service provider (penyedia jasa) dan customer (pelanggan) akan bertemu secara langsung maupun tidak langsung sehingga hal ini mempengaruhi kualitas pelayanan (jasa) dan karena itu pula tidak dapat distandarisasi.
3.      Variability : pelayanan (jasa) yang beragam sangat tergantung siapa yang menyajikan, oleh karena itu untuk dapat mengendalikan kualitas, PLN melakukan seleksi yang ketat dan pelatihan yang tersistem bagi SDMnya, menstandarisasi proses kinerja pelayanan (jasa) di seluruh internal PLN, memonitor kepuasan pelanggan melalui survei atau kotak saran.
4.      Perishability : Karena sifatnya yang tidak dapat disimpan, maka PLN harus mampu menjaga kontinuitas pasokan listrik .

Menurut Zeitham1 dan Bitner[5], Kualitas pelayanan (jasa), adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Dengan demikian ada 2 faktor utama yang mempengaruhi kualitas pelayanan (jasa), yaitu : expected service dan perceived Service.Apabila pelayanan (jasa) yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan (expected service), maka kualitas pelayanan (jasa) dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika pelayanan (jasa) yang diterima melampaui harapan pelanggan,maka kualitas pelayanan (jasa) dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal.Sebaliknya jika pelayanan (jasa) yang di terima lebih rendah daripada yang di harapkan, maka kualitas pelayanan (jasa) dipersepsikan buruk.Maka, baik tidaknya kualitas pelayanan (jasa) tergantung pada penyedia pelayanan (jasa) dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten.
      Sepuluh faktor utama yang menentukan kualitas kepuasan pelanggan (jasa) yang di kembangkan pertama kali pada tahun 1985 oleh Zeithaml, Berry dan Parasuraman[6]  meliputi 10 dimensi, yaitu :
1.      Tangibles ; keberadaan fisik pemberi pelayanan, meliputi tempat parkir, fasilitas gedung, tata letak dan tampilan barang, kenyamanan fasilitas fisik, peralatan dan perlengkapan modern.
2.      Reliability ; mencakup 2 hal pokok,yaitu konsistensi kerja (performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependability).Hal ini berarti perusahaan memberikan pelayanan (jasa) nya secara tepat sejak saat pertama (right in the firts time).Selain itu juga berarti bahwa perusahaan yang bersangkutan memenuhi janjinya.
3.      Responsiveness ; pelayanan yang baik harus disertai dengan tingkat keikutsertaan /keterlibatan dan daya adaptasi yang tinggi, yaitu membantu dengan segera memecahkan masalah.
4.      Competence ; pelayanan yang baik harus di dasarkan kepada kecakapan/keterampilan yang tinggi.
5.      Access ;  meliputi memberikan/menyediakan keinginan pelanggan dan pelayanan yang mudah dihubungi.
6.      Courtesy ; pelayanan yang baik harus disertai dengan sikap keramahan, kesopanan  kepada pihak yang dilayani.
7.      Communication ; pelayanan yang baik harus didasarkan kepada kemampuan berkomunikasi yang baik dengan pihak yang di layani.
8.      Credibility ; pelayanan yang baik harus dapat memberikan rasa kepercayaan yang tinggi kepada pihak yang di layani.
9.      Security ; pelayanan yang baik harus memberikan rasa aman kepada pihak yang di layani dan membebaskan dari segala resiko atau keragu-raguan pelanggan.
10.  Understanding The Customer ; pelayanan yang baik harus didasarkan kepada kemampuan menanggapi atau rasa pengertian kepada keinginan pihak yang dilayani.

Dalam pengembangan selanjutnya pada tahun 1990, kualitas pelayanan (jasa) dikelompokkan ke dalam 5 dimensi oleh Parasuraman et.all[7] ,yaitu :
1.      Bukti Langsung (Tangible), yaitu : sebagai fasilitas yang dapat dilihat dan di gunakan perusahaan dalam upaya memenuhi kepuasan pelanggan,seperti gedung kantor, peralatan kantor, penampilan karyawan dan lain lain.
2.      Kendala (Reliability), yaitu : kemampuan memberikan pelayanan kepada pelanggan sesuai dengan yang di harapkan, seperti kemampuan dalam menempati janji, kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan untuk meminimumkan kesalahan.
3.      Daya Tanggap (Responsiveness), yaitu sebagai sikap tanggap, mau mendengarkan dan merespon pelanggan dalam upaya memuaskan pelanggan, misalnya : mampu memberikan informasi secara benar dan tepat, tidak menunjukan sikap sok sibuk dan mampu memberikan pertolongan dengan segera.
4.      Jaminan (Assurance), yaitu :kemampuan karyawan dalam menimbulkan kepercayaan dan keyakinan pelanggan melalui pengetahuan,kesopanan serta menghargai perasaan pelanggan.
5.      Kepedulian/Empati (Emphaty), yaitu : kemampuan atau kesediaan karyawan memberikan perhatian yang bersifat pribadi, seperti bersikap ramah, memahami kebutuhan dan peduli kepada pelanggannya.

Dalam 5 dimensi kualitas pelayanan yang baru ini, dimensi Competence,Credibility dan Security dikelompokkan ke dalam dimensi Assurance, sedangkan dimensi Access,Courtesy,Communication dan Understanding dikelompokkan ke dalam dimensi Emphaty.
Sedangkan Zeithaml[8] menjelaskan bahwa kualitas pelayanan berfokus terhadap evaluasi yang mencerminkan persepsi pelanggan dari dimensi yang spesifik tentang pelayanan. Dan juga bahwa kualitas pelayanan merupakan komponen daripada kepuasan pelanggan. Dalam hal ini bahwa kualitas pelayanan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan, seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini.
     Schiffman dan Kanuk[9] menjelaskan bahwa pelayanan merupakan suatu hal yang penting, sebab peningkatan daripada pelayanan itu sendiri dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dan pada waktu yang bersamaan dapat meningkatkan keuntungan bagi perusahaan. Sedangkan Rangkuti[10] menandaskan bahwa kualitas pelayanan merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan kepuasan pelanggan. Lebih lanjut Handi Irawan[11] menjelaskan bahwa kualitas pelayanan merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong kepuasan pelanggan.
     Jadi dari beberapa teori yang ada kesimpulannya bahwa kualitas pelayanan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan.Teori ini digunakan dalam penelitian karena mampu mengakomodasi dan mewakili obyek-obyek kualitas produk dan kualitas pelayanan dari produk yang di teliti.Pada pengembangan selanjutnya,dimensi tersebut diangkat menjadi variabel dimana dari variabel-variabel ini kemudian diurai menjadi dimensi-dimensi dan indikator-indikatornya.

Kualitas Layanan Menurut Harapan Pelanggan (Customer Expectation)
      Sebelum diuraikan lebih lanjut tentang pengertian harapan pelanggan, terlebih dahulu penulis mengemukakan definisi tentang pelanggan, dimana yang dimaksud dengan pelanggan menurut Francis Buttle[12] dalam konteks bisnis ke bisnis (B2B), adalah sebuah organisasi perusahaan atau sebuah institusi, sedangkan pelanggan dalam konteks bisnis ke konsumen (B2C) adalah konsumen akhir, yakni seorang individu atau sebuah keluarga. Kualitas layanan harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada harapan pelanggan. Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukan berdasarkan sudut pandang produsen, melainkan berdasarkan sudut pandang harapan pelanggan. Lebih lanjut Valarie A.Zeithaml dan Mary Jo Bitner[13] mendefinisikan harapan pelanggan sebagai berikut ” Customer expectations are the standards of or reference points for performance againts which service experiences are compared and are often formulated in terms of what customer believes should or will happen”. Artinya adalah bahwa harapan pelanggan merupakan standar acuan yang menjadi petunjuk bagi pelanggan sebelum membeli suatu produk dalam menilai kinerja produk tersebut.
Menurut Valarie A.Zeithaml dan Mary Jo Bitner[14], ada 2 level dari harapan pelanggan, yaitu :
1.      Desired service
Suatu level yang merupakan harapan dari pelanggan mengenai pelayanan yang mereka inginkan. Level ini merupakan perpaduan antara kepercayaan tentang ”yang diterima” (can be) dan ”yang seharusnya diterima”(should be).
2. Adequate service
Suatu tingkatan dimana pelanggan akan menerima pelayanan. Dan juga pada level ini merupakan kemampuan dari pihak manajemen untuk memberikan pelayanan kepada pelanggan. Dalam tingkatan ini pelanggan akan mendapatkan pelayanan yang cukup.



[1] Lovelock,Christopher.2002.Service Marketing In Asia.Prentice Hall Inc Singapore.Hal 5.
[2] Kotler,Philip.2003.Marketing Management, 11th Edition.Prentice Hall.Inc.New Jersey. Hal 85
[3] Gronroos, C.1992.Service Management and Marketing.Lexington Books.Massachusetts,Toronto
[4]Tjiptono, Fandy. Manajemen Jasa. Penerbita Andi Offset, Yogyakarta, 2002, hal.25
[5] Zeithaml, Valarie A. and Bitner, Mary Jo. Service Marketing. McGraw Hill Inc, Int’l Edition, New York, 2002, p.40
[6] Parasuraman, Valarie A. Z. and Berry. Delivering Service Quality. Mc Milan, New York, 2002, p.21
[7] Op.cit, p.26
[8] Zeithaml,Valarie A and Bitner, M.J.2003.Service Marketing.Tata McGraw-Hill.Hal 85
[9] Schiffman, Leon. G and Kanuk, Leslie Lazar.2004.Consumer Behavior 8th edition. Pearson Prentice Hall.Hal 191
[10] Rangkuti,Freddy.2002.Measuring Customer Satisfaction.Gramedia Pustaka Utama.Hal 31
[11] Irawan,Handi.2002.10 Prinsip Kepuasan Pelanggan.Elex Media Komputindo.Hal 38
[12] Buttle,Francis.2007.Customer Relationship Management.Prentice Hall Inc.Hal 126
[13] Zeithaml,Valarie A and Bitner,M.J.2003.Service Marketing.Tata McGraw-Hill.Hal 60
[14] Zeithaml,Valarie A and Bitner,M.J.2003.Service Marketing.Tata McGraw-Hill.Hal 62

Saturday, June 02, 2012

The Power of "Malas"


" You know Dedy, I'm a lazyman. Everything must be easy to do. I'm not a hard worker ".

Teman Jerman saya yang katakan ini minggu lalu. Kebijakan perusahaan di beberapa bagian yang terkait dengan proses produksi ada beberapa dari Jerman untuk memastikan dari segi proses dan quality product sesuai standar Eropa.