“Belum ada Keputusan Pembatasan Mobil 1300 CC, 1500 CC, 2000 CC “, Head Line di Detik.com hari ini, Senin, 16 April 2012.
BBM…BBM …BBM … issue ini benar-benar menguras energi. Begitu banyak wacana, hingga sekarang belum ada satupun yang jalan, mulai dari konveri BBM ke BBG, rencana pencabutan subsidi, hingga pembatasan subsidi pada kendaraan dengan kapasitas mesin tertentu.
Apapun keputusannya, hampir pasti kita akan menghadapinya. Saya tidak akan menanggapi berbagai alasan yang mendorong keluarnya kebijakan ini, begitu banyak sudut pandang ekonomi , sosial, dan politik hingga sulit bagi saya menyimpulkan sebenarnya siapa pihak yang benar. Saya menghargai teman-teman yang kontra dan menyampaikannya dengan berbagai cara mulai dengan diplomatis hingga demonstratif. Saya juga memberikan apresiasi bagi pendapat yang pro kebijakan tentunya dengan berbagai alasan yang dianggap sebagai kebenaran.
Melihat efek bagi manufacture, hingga tadi pagi saya masih berpikir kebijakan ini masih belum perlu, saya ambil contoh, misal sudah ditetapkan pembatasanya untuk kendaraan 1500 CC keatas tdiak boleh menggunakan BBM bersubsidi. Efek langsungnya akan terlihat pada biaya transportasi akan naik, belum lagi industri yang bergerak dalam bidang transportasi, seperti taksi. Contoh case di perusahaan saya, untuk keperluan Delivery, kendaraan – kendaraan kelas niaga kami ( Mobil Pick up & Box )banyak menggunakan mobil 1500 CC, saat ini kami sudah hitung-hitungan jika benar-benar kebijakan ini diterapkan. Mari lihat sektor lainnya, yaitu transportasi yang membawa barang-barang komoditas pertanian, perkebunan, dan perikanan akan memberikan dampak kenaikan harga jual, yang akan dibebankan pada pembeli. Jelas ini akan memicu kenaikan inflasi, dan berbagai efek domino lainnya, seperti daya beli yang turun, hingga melambatnya pertumbuhan sektor real. Meskipun demikian, efek kenaikan BBM masih lebih ringan dibanding kenaikan biaya tarif dasar Listrik untuk Industri. Manajemen harus berpikir ekstra keras jika TDL yang mengalami kenaikan, biaya langsung produksi, biaya penyimpanan, biaya overhead, biaya persediaan, dll, yang memberikan dampak langsung pada Harga Pokok Produksi, dan di sisi lainnya, bagian Marketing harus menghadapi efek penurunan daya beli, yang berpotensi menurunkan tingkat penjualan. Tapi apapun itu, entah pencabutan subsidi, kenaikan TDL dan berbagai kenaikan lainnya pasti memiliki efek significant terhadap pertumbuhan manufacture.
Terlepas dari pemerintah yang salah hitung, Kegagalan manajemen Migas, Produksi lifting berada dibawah target, penyelundupan, dan alasan-alasan lain yang memberikan kita sebuah pembenaran untuk menentangnya meski harus berdarah-darah. Saya kembali merenung, sampai disinikah kemampuan kita sebagai bangsa dalam menghadapi tekanan ? Apapun alasannya kadang setiap kita mengeluh lebih terlihat seperti “bayi”. Kemudian saya berfikiran, “yang akan terjadi, terjadilah”.
Mengapa kita begitu sulit menghormati pengambil kebijakan diatas sana. Saya tidak yakin ini benar, tetapi begitu banyaknya sudut pandang yang terkadang begitu rumit dan membingungkan semakin mengikis rasa hormat itu. Mohon derenungkan, apakah reaksi kita yang berlebihan hanya sebagai bentuk keputusasaan ? Atau tidak lebih sebagai upaya mencari kambing hitam akan ketidak mampuan kita dalam bertahan dalam situasi ekonomi yang sulit ?
Mari kita kesampingkan sejenak kebijakan-kebijakan tadi, jika kita mau melihat gambaran yang lebih besar, begitu banyak faktor yang juga dapat melemahkan perekonomian kita sebagai bangsa dan berpotensi memperdalam jurang kemiskinan. Anda lihat membanjirnya barang ilegal dari china mulai dari jepit rambut, garment, hingga sparepart mesin yang jelas menghantam industri lokal, namun apa yang kita lakukan menikmatinya bukan ? Bagaimana dengan gejolak politik di Timur Tengah, yang berdampak langsung pada stabilitas harga minyak dunia, apakah kita peduli degnan itu ? Bagaimana dengan efek Global Warming, yang berakibat pada tidak stabilnya siklus cuaca diberbagai belahan bumi dan pemicu terjadinya bencana ? Atau yang paling riil dan dekat dengan kehidupan kita, bagaimana dengan banjir besar di ibukota, karena hilangnya fungsi sungai, fungsi resapan di daerah Bogor, hingga faktor alam seperti rendahnya permukaan tanah beberapa wilayah terhadap laut, dan jelas-jelas dapat melumpuhkan aktivitas dan perekonomian ? dan masih banyak lagi kejadian-kejadian yang karena keterbatasan manusia dalam mengendalikannya hingga saya mengkategorikannya sebagai “bencana”, meskipun akar masalahnya berasal dari tingkah laku manusia itu sendiri.
Kembali ke topik, lantas layakkah kebijakan-kebijaka pemerintah dalam mencabut subsidi BBM, menaikkan TDL, atau nantinya masih banyak lagi kebijakan yang tidak populer layak dikategorikan sebagai bencana ? Jawaban saya,”ya” inilah sudut padang yang ideal.
Saya ajak anda untuk mengingat kejadian-kejadian saat issue pencabutan subsidi BBM memanas hingga melumpuhkan jakarta waktu lalu. Meskipun baru Rumor, issue adanya barter antara dukungan Golkar pada Pemerintah dengan Alokasi dana bagi korban Lumpur Lapindo dalam APBNP 2012 bukanlah sebuah kebetulan ( Lihat Link berikut : http://www.suarapembaruan.com/home/lumpur-lapindo-jadi-alasan-golkar-dukung-pasal-kenaikan-bbm/18740 ). Tidak kalah hebohnya, anda ingat begitu kencangnya penolakan di kubu Gerindra dan Hanura terhadap rencana kenaikan BBM saat sidang Paripurna waktu lalu ? Selang beberapa minggu, setengah tidak percaya saya bagaimana mereka diisukan bergabung dalam koalisi pemerintahan di Parlemen . ( Lihat Link berikut : http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/12/04/14/m2gor8-demokrat-dekati-gerindra-dan-hanura ) . Hanya satu kata “ memuakkan !”. Akankah saya dan anda terus masuk dalam pusaran kepentingan seperti ini ? Dan sialnya, manuver-manuver politik seperti ini akan terus meruncing hingga pemilu 2014. Sekali lagi dengan sepenuh hati saya katakan “ Saya muak dengan para Birokrat “ diatas sana.
Tetapi apapun yang terjadi, saya masih menghormati Kepala Pemerintahan tertinggi di Republik ini, karena saya masih yakin sistem Presidensiil lebih baik dari pada Kerajaan atau monarkhi. Mari kita lihat diri kita, ditengah pusaran kepentingan yang begitu besar ini, tidakkah kita tampak seperti setitik debu ? kembali ke konsep bencana, kasat mata memang tampak ini seperti sebuah kreasi manusia, namun apakah situasi ini terlihat bisa dikendalikan ? I don’t think so, lalu Tidaklah berlebihan jika saya memiliki pandangan segala kesulitan yang diakibatkannya sebagai sebuah Bencana ?
Langkah ideal yaitu menggunakan situasi ini untuk memperkuat diri kita sebagai pribadi, sebagai bagian dari sebuah keluarga, dan sebagai bagian dari institusi yang bernama “ Perusahaan “ , dan lebih luas lagi memberikan pengaruh yang positif bagi lingkungan masyarakat sekitar. Secara psikologis manusia memiliki kemampuan adaptatif yang sangat sempurna. Dari sudut pandang ini, saya mengajak anda untuk melewatinya dan memperkuat diri dengan memaksa keluar seluruh potensi yang ada. Sebagai profesional, mungkin anda baru menemukan 100 cara untuk mengoptimalkan biaya produksi, sedang masih ada 901 cara lain menunggu sentuhan anda, sebagai pilar utama dalam keluarga, anda bisa menggali lebih dalam usaha-usaha dalam mendapatkan pemasukan untuk memperkuat perekonomian keluarga kita.
Mari buktikan kita adalah bangsa yang besar, apapun kebijakan dan konsekuensinya, kita harus siap menghadapinya !
terima kasih atas informasinya..
ReplyDeletesemoga dapat bermanfaat bagi kita semua :) Rio Dewanto