Sesaat
melewati krisis ekonomi ’98, perusahaan manufacture di Indonesia semakin
memahami makna sebenarnya dari kompetisi. Yakni pertarungan untuk memperebutkan
pasar. Kekuatan atau dalam konsep SWOT disebut Strenghtness terukur dari
produk. Seberapa kompetitifkah harga jualnya, yang pastinya tergantung dari
tingkat Harga pokok produksinya (HPP), atau seberapa berkualitaskah produk yang
dihasilkan merujuk pada aspek spesifikasi, realibility, safety, dll. Atau seberapa
mampukah produk mengikuti atau memenuhi “keinginan”
customer , masih belum cukup? Saya masih ada satu poin lagi, seberapa banyak
produk memiliki nilai tambah (addded value ) bagi calon penggunanya. Kompetisi
tidak hanya berlangsung dalam skala Nasional, melainkan Regional ( Asia )
hingga Global, Tidak ada lagi istilah “monopoli” di era ini. Dan krisis 98 memberikan pelajaran berharga
betapa rapuhnya fondasi ekonomi sektor
real kita.
Meningkatkan
kekuatan atau strenghtness perusahaan adalah harga mati. Pengembangan SDM, Peningkatan
Sistem Informasi perusahaan, Upgrade Teknologi, Development Produk baru,
Perubahan Strategi Marketing, Implementasi Management Performance Monitoring
seperti KPI-BSC dan MBO, dan masih banyak lagi langkah strategis yang diambil
untuk membuat perusahaan lebih ofensif dan agresif dalam berkompetisi.
Kembali
ke Generasi “Status Quo”, kelompok ini tidak memiliki kesadaran, kemauan dan
hasrat untuk melakukan perubahan. Pada paragraf pembuka saya memasukkan
beberapa orang-orang tua, lama dan senior mendominasi kelompok ini. Saya telah
memasuki beberapa perusahaan di bidang
usaha yang berbeda. Meskipun belum meneliti secara ilmiah, saya “merasakan” ada
korelasi antara konsep berpikir kelompok senior (bahkan super senior ) dalam
arti usia dan posisi struktural dengan adanya konsep status quo.
Dari
aspek Usia Kerja, dalam industri manufacture saya membagi kedalam 3 Generasi :
1.
Generasi I, rata-rata generasi ini memasuki perusahaan di tahun 1975 – 1980 ( ‘70-‘80
) saat usia rata-rata 20 tahun. Maka saat ini usianya 53 – 58 tahun.
2.
Generasi II, generasi ini memasuki manufacture di antara tahun 1980 – 1990,
jika saat masuk rata-rata usianya 20 tahun, maka saat ini usia pekerja dikelompok
ini berkisar antara 43 – 53 tahun.
3.
Generasi III, generasi ini memasuki dunia industri mulai awal ’90 an – th. 2000,
dengan rata-rata usia masuk yang sama, maka saat ini usia pekerja berkisar
antara 33 – 40 tahun.
Generasi
I mendominasi kelompok status quo, saya melihat secara langsung saat memasuki
industri ini di tahun 1998. Ditahun inilah masa keemasan Generasi ini, secara
struktural kelompok ini begitu berakar pengaruhnya dan sangat kuat. Meski
sejarah menunjukkan bahwa fondasi perusahaan-perusahaan manufacture nasional
tidak sekuat yang diduga. Kuatnya arus perubahan yang dicanangkan oleh
Management Perusahaan terkadang berbenturan dengan tembok-tembok ini hingga
menjelangnya tahun 2000 an. Saat pengaruh kelompok ini berabgsur surut. Perlahan
namun pasti, Generasi II mulai menggantikannya di posisi-posisi puncak.
Pengaruh Generasi II yang lebih baik dan memiliki pemahaman lebih baik akan
arti “daya saing” dan “kompetisi”. Generasi inilah yang memberikan dasar bagi
munculnya Generasi III yang saat ini, mulai mengisi posisi – posisi midle
Eksekutif, dan tidak lama lagi mereka akan memasuki posisi-posisi Senior dan
Top Eksekutif di Perusahaan.
Generasi
I sudah memasuki tahap-tahap akhir. Tidak lebih dari 5 tahun kedepan, Generasi
ini benar-benar tergantikan posisi strukturalnya oleh Generasi berikutnya. Pertanyaan
besarnya, mengapa Generasi I tampak tidak memiliki daya saing yang kuat,
berikut analisa saya :
1.
Mereka memasuki Industri manufacture karena terdorong oleh side efect Repelita,
yang menitik beratkan pembangunan pada sektor Industri. Urbanisasi berada pada
puncak tertingginya. Tanpa bekal pendidikan dan ketrampilan yang memadai, Generasi
ini mulai memasuki pabrik (industri manufacture).
2.
Industri Favorite pemerintah saat itu yaitu jenis padat karya. Ada masa yang
berbanding terbalik dengan saat ini, yaitu dimana peluang kerja lebih besar
dari suplay angkatan kerja. Inilah yang saya maksud dalam argumen poin (1).
Dalam situasi ini, memperkerjakan orang dalam jumlah besar dalam satu lokasi
sangat disadari resikonya. Penentuan Pemimpin-pemimpin Struktural tidak
mengutamakan aspek knowledge, skill, dan attitude. Perusahaan lebih
mengutamakan stabilitas. Maka tidak mengherankan, di kantong industri di
Tangerang, Bekasi ada Jawara / jagoan kampung, orang-orang yang berpengaruh
secara sosial menempati posisi-posisi strategis di struktur organisasi
perusahaan.
3.
Generasi ini rata-rata lahir menjelang kemerdekaan dan dewasa ditengah eforia era
keemasan minyak bumi Indonesia. Begitu
banyaknya kejadian hebat di era 80an, membuat Generasi ini terjebak dengan Romantika
masa lalu. Saya masih tidak yakin, namun begitu sulitnya mereka melakukan
perubahan saya pikir cukup untuk memberikan alasannya.
Apapun
yang terjadi, biarlah ini menjadi catatan perjalanan industri manufacture
Indonesia. Masa lalu membentuk masa sekarang. Bukan bermaksud menghakimi, tapi
artikel ini saya tulis untuk memberikan pembelajaran akan arti pentingnya daya
saing dan belajar untuk “tidak mengulang kesalahan” di masa lalu.
Akhir
kata, mari kita berbuat lebih baik lagi untuk Industri Manufacture Indonesia.
Minggu lalu saya dan mungkin anda juga tahu, Textil bermotif Batik dan Sepatu “murah” made in China membanjiri pasar di Indonesia.
Anda bisa bayangkan nasib jutaan pekerja Garment dan Sepatu Nasional. Akhir
tahun 2012, Pameran-pameran Teknologi Permesinan
dari China sangat Gencar diadakan. Jika pola yang sama terjadi sepanjang tahun
ini, maka mind set teknologi china itu jelek akan semakin pudar. Di satu sisi,
industri diuntungkan dapat menggunakan mesin teknologi tinggi dengan biaya
investasi hampir 1/3 dibanding mesin Eropa / Amerika.
Tapi
dalam jangka menengah, industri kita semakin tergantung dengan China. Lalu,
Kapan kita menjadi bangsa yang mandiri ? Dari
aspek stabilitas politik, China
bisa dikatakan sangat tidak stabil, ideologi nasional menempatkan mereka selalu diposisi siaga
perang. Bisa dibayangkan efeknya, jika kita terlanjur tergantung dengan mereka
?
Berakhirnya
sebuah generasi tidak selalu berarti
positif sepanjang kita tidak menjadi
bangsa yang mampu belajar dari kesalahan. Inilah tanggung jawab kita sebagai generasi berikutnya.
waow!
ReplyDeletemakasih artikelnya kak
ReplyDeleteberita k pop
If you had financial problems, then it is time for you to smile. You only need to contact Mr. Benjamin with the amount you wish to borrow and the payment period that suits you and you will have your loan in less than 48 hours. I just benefited for the sixth time a loan of 700 thousand dollars for a period of 180 months with the possibility of paying before the expiration date. Make contact with him and you will see that he is a very honest man with a good heart.His email is lfdsloans@lemeridianfds.com and his phone number is + 1-989-394-3740 WhatApp.
ReplyDeleteKami dari PT. TWIN Logistics mengajukan penawaran kerjasama dalam bidang pengurusan barang Import RESMI & BORONGAN.
ReplyDeleteServices Kami,
Customs Clearance Import sistem Resmi maupun Borongan
Penanganan secara Door to Door ASIA & EROPA Sea & Air Service
Penyediaan Legalitas Under-Name (Penyewaan Bendera Perusahaan)
Pengiriman Domestik antar pulau seluruh Indonesia laut dan Udara atau Darat.
Terima kasih atas kepercayaan kepada kami, semoga kerjasamanya berjalan dengan lancar.
Jika ada yang inggin dipertayakan, silahkan hubunggi kami di Nomor Phone : +62 21 8498-6182, 8591-7811 Whatssapp : 0819-0806-0678 E-Mail : andijm.logistics@gmail.com
Best Regards,
Mr. Andi JM
Hp Whatssapp : 0819-0806-0678 / 0813-8186-4189
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = == = = = =
PT. TUNGGAL WAHANA INDAH NUSANTARA
Jl. Raya Utan Kayu No.105 B Jakarta Timur 13120 Indonesia
Phone : +62 21 8498-6182, 8591-7811 Fax : +62 21 8591-7812
Email : andijm.logistics@gmail.com, cs@twinlogistics.co.id
Web : www.twinlogistics.co.id
Thanks for writting this
ReplyDelete