“ ... Hampir empat kali enam puluh menit lamanya saya telah berdiri tegak, terjepit, tertopang oleh lautan manusia. Akan terbalaskah jerih payah saya ? Tetapi sekonyong-konyong berkumandang di luar tiupan beratur-ratus selompret. Lampu listrik dalam ruangan rapat padam dengan serentak, sedangkan dari atas menyorot beberapa biasancahaya kearah sebuah pintu yang sama tinggi letaknya dengan serambi tempat duduk dibawah sekali. Sebuah lampu sorot menyinari seorang laki-laki kecil, berpakaian coklat, kepala buka dan wajah tersenyum berseri-seri . Empat puluh ribu orang, empat puluh ribu tangan bangkit dengan serentak. Orang kecil tadi maju lambat – lambat sambil memberi salam dengan melambaikan tangannya perlahan-lahan seperti seorang uskup disambut oleh hadirin dengan seruan yang gemuruh dan berirama ; Heil Hitler! Sekarang saya dengar tak lain daripada sorak sorai orang-orang yang berdiri dekat saya, diiringi bunyi tepuk tangan yang memecahkan anak telinga.
Sambil melangkah lambat-lambat dan menyambut penghormatan yang diberikan kepadanya oleh para hadirin, berjalan ia selangkah demi selangkah, melalui sebuah jembatan kecil kearah mimbar yang sengaja disediakan untuknya. Perjalanan ke tempat duduknya memakan waktu lama sekali, tak kurang dari enam menit. ……Mereka berteriak bersama-sama secara berirama dan mengarahkan mata ke titik cahaya, kepada wajah yang tersenyum berseri-seri itu. Maka bercucuranlah air mata orang-orang itu dalam gelap. Sekonyong-konyong diam ( tetapi diluar kembali bergemuruh suara lautan manusia ). Laki –laki kecil telah menjulurkan tangannya kedepan sebagai suatu isyarat yang tegas, ia menengadah kelangit – dan dari serambi bawah berkumandang ke angkasa lagu “ Horst Wessel “
Barulah saya mengerti. Hal ini tak dapat lagi dipahami jika tidak disertai perasaan ngeri dan denyutan jantung yang berdebar, sedangkan alam pikiran masih tetap sadar. Perasaan saya pada ketika itu ialah apa yang dinamakan orang kekaguman yang mempesona …”
Denis de Rougemont dalam bukunya Journal de Allemange
Ini salah satu bentuk sugesti massa,
yang menekankan rangsangan-rangsangan emosional dengan mengurangi kemampuan berpikir. Terlepas dari peranan ahli propagandanya, yaitu Dr. Goebbels, sepak terjang Hitler dan kekejamannya melampaui batas berpikir dimasa itu (Genosida dan Invasi ke Inggris dan Rusia) telah menjadikannya sosok yang sangat menakutkan sekaligus berkharisma dan mengagumkan.
Kembali ke kondisi manufature kita saat ini .....
Sebagai leader, mulai dari Grup Leader, Supervisor, Manager , dari kepala ditingkat bawah sampai atas, pernahkah anda melihat atau bahkan mengalami hal-hal seperti berikut ;
Anda merasa tidak mendapat respect dari bawahan, instruksi yang tidak dijalankan, bawahan apriori terhadap anda
Pokoknya anda seperti kehilangan kendali atas bawahan.
Anda tidak merasa atau tidak pernah menemui seperti yang diatas ? OK, saya beri contoh lain, misal : segala bentuk inkonsistensi pelaksanaan prosedur kerja, tidak peduli pada quality, produktivitas kerja saat over Time selalu lebih tinggi dibanding jam kerja biasa, bawahan yang bisa lebih galak dari anda sebagai atasan, tidak menghargai jam kerja, dan lain-lain . Mau dibilang seperti apa, intinya sama, ini pertanda anda mulai kehilangan kendali.
Apakah anda mulai melihat titik temu antara cerita saya, dengan “cerita” Denis de Rougemont ? sekedar mengingatkan, baca kutipan berikut.
“ Perasaan ngeri dan denyutan jantung yang berdebar sedangkan alam pikiran masih tetap sadar … kekaguman yang mempesona “ .
Bagaimana jika perasaan seperti ini, kita explore, untuk dapat mengendalikan orang-orang disekitar atau bwahan kita .
Sebagai leader, mulai dari Grup Leader, Supervisor, Manager , dari kepala ditingkat bawah sampai atas, pernahkah anda melihat atau bahkan mengalami hal-hal seperti berikut ;
Anda merasa tidak mendapat respect dari bawahan, instruksi yang tidak dijalankan, bawahan apriori terhadap anda
Pokoknya anda seperti kehilangan kendali atas bawahan.
Anda tidak merasa atau tidak pernah menemui seperti yang diatas ? OK, saya beri contoh lain, misal : segala bentuk inkonsistensi pelaksanaan prosedur kerja, tidak peduli pada quality, produktivitas kerja saat over Time selalu lebih tinggi dibanding jam kerja biasa, bawahan yang bisa lebih galak dari anda sebagai atasan, tidak menghargai jam kerja, dan lain-lain . Mau dibilang seperti apa, intinya sama, ini pertanda anda mulai kehilangan kendali.
Apakah anda mulai melihat titik temu antara cerita saya, dengan “cerita” Denis de Rougemont ? sekedar mengingatkan, baca kutipan berikut.
“ Perasaan ngeri dan denyutan jantung yang berdebar sedangkan alam pikiran masih tetap sadar … kekaguman yang mempesona “ .
Bagaimana jika perasaan seperti ini, kita explore, untuk dapat mengendalikan orang-orang disekitar atau bwahan kita .
Fear Management …. barangkali anda baru dengar istilah ini. Artinya, Seni mengendalikan orang lain dengan memberikan rasa takut “ .
Apakah rasa takut itu ? Dalam bukunya “ Trading Zone “ Mark Douglas mengatakan rasa takut adalah sebagai “ Sebuah emosi yang kuat yang disebabkan oleh antisipasi dari adanya bahaya, hal tersebut menimbulkan rasa gelisah dan kehilangan keberanian”.
Saat anda merasa takut, reaksi psikologis anda sesungguhnya membantu memobilisasi tubuh anda untuk bereaksi terhadap bahaya itu. Oleh karena itu, bila anda melihat seekor anjing galak, anda akan berlari sekuat tenaga untuk menyelamatkan diri agar tidak digigit. Atau karena kengerian membayangkan Big Boss marah, laporan kerja yang biasanya rampung seminggu, selesai dalam semalam. Hal – hal yang sulit dilakukan dikondisi normal, justru menjadi begitu mudah saat kita berada dibawah tekanan “ rasa takut “. Rasa takut bukan merupakan pengalaman-pengalaman yang menyenangkan namun keduanya bernilai, bermanfaat, dan adaptif bagi kehidupan manusia .
Fear Management tidak berarti menggunakan legalitas sebagai kepala/leader untuk menyebarkan rasa takut dengan ancaman, teror yang menempatkannya sebagai subyek dan bawahan sebagai obyek. Misal Manager yang hobinya marah-marah ( padahal nggak ada alasan untuk marah ), Supervisor yang kelakuannya seperti “preman pasar” dikit-dikit ngancam inilah … itulah.
Fear Management yang saya maksud lebih ke “strategi “ mengendalikan aktivitas bawahan, bukan mengandalkan pikiran / intelegensi mereka, tapi lebih melalui emosi, dengan memanfaatkan segala sesuatu yang terjadi yang memiliki dampak yang sangat tidak diharapkan pada setiap individu.
Seperti pada 4 contoh kasus berikut :
1. Kebijakan pemotongan gaji, yang betujuan agar perusahaan tetap bertahan dan menghindari opsi pemutusan hubungan kerja .
2. Memberikan ilustrasi dengan gambar atau video mengenai kecelakaan-kecelakaan kerja yang “ mengerikan” , saat implementasi sistem K3 pada karyawan.
3. Memberikan sanksi tegas untuk semua jenis pelanggaran dan bagi siapapun yang melanggar, dengan mengilustrasikannya sebagai “kanker” yang bisa merusak seluruh sistem, dan anda sebagai dokternya. Situasi ini akan menempatkan si pelanggar seperti nila dalam susu. Perasaan takut tidak diterima oleh kelompok akan mengakibatkan hilangnya keberanian untuk melakukan pelanggaran (dengan sengaja). Penerapan dengan konsisten dapat merangsang munculnya budaya tertib dan disiplin secara kolektiv.
4. Kebijakan Grade Down ( turunnya level ) untuk merangsang kinerja positif karyawan. Efek dari Grade Down ini yaitu malu. Supaya tidak malu, karyawan akan bekerja keras untuk meningkatkan skill dan knowledge agar teap bisa bersaing. Misal peningkatan terhadap penguasaan komputer, pemahaman sistem, peningkatan teknik & metode perbaikan, dll .
Menerapkannya tdiak terlalu sulit, cukup ikuti langkah –langkah berikut :
1. Sampaikan inti dan latar belakang permasalahannya (dengan serius)
2. Jelaskan segala dampaknya, baik untuk kolektiv maupun individu
3. Jika terkait dengan sistem kerja ( prosedure, methode ) buat mekanisme punishment-nya ( sanksi )
4. Lakukan langkah ke-3 jika terjadi pelanggaran prosedure / methode kerja , tidak terkecuali pada anda sendiri.
Faktor lingkungan, tingkat pendidikan, dan budaya yang tidak siap memasuki era industri. Membuat pekerja kita resisten, dan masih menganggap aneh sistem-sistem yang mengutamakan metodologi ilmiah ( Scientific management ). Sehingga tidak heran jika penerapan ISO, OHSAS, K3, SigSigma, GKM, QCC, 5R, TPM, dan sistem-sistem lain hanya bermain dipermukaan .
Kenapa tidak coba terapkan Fear Management untuk jalankan sistem-sistem seperti diatas. Dari pengalaman, pekerja – pekerja kita (terutama di level bawah) sebagian besar cenderung mengedepankan emosi (perasaan) dari pada kekuatan pikiran. Dengan kata lain, lebih melihat sesuatu dari sisi “enak“ atau “nggak enak” bukannya “ tepat” atau “tidak tepat” .
manufacture
No comments:
Post a Comment