Dalam buku
yang berjudul … saya masih belum mengerti kalimat mana yang menjadi judul.
Disampul depan tercetak kalimat cukup panjang, “ Setiap Manager Harus Baca Buku
Ini!! Tips & Kiat Melakukan perubahan yang Tepat dan pas di tengah
ketidakpastian “ … James Gwee memberikan definisi mengenai Zona
Nyaman.Beliau menyatakan, Zona nyaman adalah rutinitas sehari-hari kita. Kenapa
nyaman ? karena kita terus melakukan hal yang sama setiap hari sehingga dengan
mata terpejam pun, pekerjaan bisa selesai. Tidak ada rasa gelisah, rasa takut,
tidak ada resiko salah, rugi, atau malu. Kita sudah merasa yakin bahwa kita
sudah kompeten. Oleh karena itu, kita merasa nyaman sekali. ( Gwee,James. 2009. Setiap Manager Harus Baca Buku Ini. PT. Gramedia, Jakarta, hlm. 7 )
Dalam Trainning
– trainning motivasi, comfort zone
menjadi istilah yang paling sering disebut, dengan persepsi kurang lebih
seperti yang disampaikan dalam alinea diatas.
Mari kita
telusuri definisi ini dengan perlahan. Perhatikan kata-kata ini,” Tidak ada rasa gelisah,
rasa takut, tidak ada resiko salah, rugi, atau malu”. Apakah
definisi ini didapat melalui sebuah
riset ? ataukah sebatas “ experience” yang kemudian menjadi persepsi penulis. Saya koq, melihat tidak
lebih sebagai persepsi penulis. Dalam
banyak case, orang – orang yang menentang adanya perubahan langsung di cap
sebagai status quo, atau otomatis masuk kriteria “berada dalam zona nyaman”.
Dari sudut
pandang saya, Istilah “Zona Nyaman” hanyalah Ilusi! Pengalaman adalah guru terbaik, seperti Roll Film yang diputar terbalik, saya
teringat pada beberapa orang yang “terlihat”
seolah masuk dalam kritera Zona Nyaman. Saya
coba renungkan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan ini. Apakah mereka tidak
memiliki rasa gelisah ? tidak punya rasa takut ? tidak memiliki resiko bersalah
? tidak ada resiko rugi ? tidak ada rasa malu ? Jawabannya, orang-orang ini
memilikinya.
Mereka masih
punya rasa gelisah koq, diantaranya gelisah karena gajinya masih pas-pasan
untuk menutupi biaya hidup keluarga, mereka juga takut kehilangan pekerjaan,
takut melakukan kesalahan, dan lain-lain. Mereka yang sebelumnya “tampak”
berada di zona nyaman, ternyata tidak memenuhi kriterianya. Lantas, apakah
sebenarnya zona nyaman itu ?
Seperti pada
judul artikel, saya menyebut istilah ini sebagai ilusi dan tidak nyata. It’s not real. Zona nyaman atau comfort
zone itu tidak ada. Dan tidak ada seorang pun yang berada didalamnya. Pandangan
saya masih sebatas hipotesa, dan tentunya harus dibuktikan dengan
penelitian. Kita buat penelitian sederhana,
berikan pertanyaan-pertanyaan tadi pada orang-orang yang “ anda anggap” berada di zona nyaman, apakah
mereka memenuhi kriteria-kriteria seperti pada alinea awal tadi ? Saya sudah
melakukannya dan jawabannya tidak, mereka ternyata tidak senyaman yang kita
kira. Inilah dasar hipotesa saya bahwa zona nyaman adalah istilah yang tidak
real, tidak nyata , dan hanyalah ilusi.
Mengapa
istilah ini begitu populer ? Jawabannya, karena istilah ini dapat menutupi ketidak mampuan seseorang. Lebih
jelasnya yaitu Ketidak mampuan dalam melakukan beberapa fungsi dan peran manajerial
.
Robbins dalam Management ( Robbins, Stephen.P;Coulter,M, 2009.Management. Pearson Education, Inc ) memberikan definisi fungsi dan peran manajerial sebagai berikut.
Robbins dalam Management ( Robbins, Stephen.P;Coulter,M, 2009.Management. Pearson Education, Inc ) memberikan definisi fungsi dan peran manajerial sebagai berikut.
fungsi manjerial,yaitu ; Planning, Organizing, Leading,
Controlling.
Planning ( Perencanaan
) yaitu mendefinisikan sasaran-sasaran, menetapkan strategi, dan
mengembangkan rencana kerja untuk mengelola aktivitas-aktivitas
Organizing (
penataan), yaitu Menentukan apa yang harus diselesaikan, bagaimana
caranya, dan siapa yang akan mengerjakannya.
Leading (kepemimpinan), yaitu memotivasi, memimpin, dan tindakan-tindakan lainnya
yang melibatkan interaksi dengan orang-orang lain.
Controlling (
Pengendalian ), Mengawasi aktivitas-ativitas demi memastikan segala
sesuatu berjalan sesuai rencana.
Dan 3 peran
manajemen ;
1)
Peran antar-pribadi ( interpersonal roles),
yaitu panutan, pimpinan, dan penghubung
2)
Peran penyambung informasi ( informational
roles), yaitu pengawas, penyebar berita, dan juru bicara
3)
Peran pengambil keputusan ( decisional roles ),
yaitu enterpreniur, pengentas kendala, pengalokasi sumber daya, dan
perunding/negotiator.
Leader-leader
di semua posisi dalam struktur organisasi perusahaan memiliki fungsi dan peran
ini, dengan skala wewenang dan tanggung jawab yang berbeda-beda tentunya.
Mengapa saya
sebut menutupi ketidak mampuan ? mari kita
telusuri akar masalahnya. Saat perusahaan, departemen, section, hingga kelompok
terkecil dalam strukur memiliki strategi yang baru, terkadang ada pandangan kritis hingga penolakan baik secara
langsung maupun tidak langsung, baik yang disampaikan dengan diplomatis hingga
frontal emosional. Leader, dalam hal ini
bisa Grup leader, Supervisor, Manager, hingga Director, terkadang dengan menyikapi pandangan-pandangan lain ini dengan
menempatkan orang yang menyuarakannya dalam sudut yang berlawanan. Selanjutnya sudut ini berkembang menjadi istilah “ Comfort Zone “.
Jika Leader
melakukan fungsi leading , peran antar pribadi , dan peran penyambung
komunikasi. Perbedaan-perbedaan pandangan
akan semakin mempertajam strategi. Pandangan kritis seburuk apapun akan
menjadi masukan mengenai bagaiman
persepsi mereka terhadap suatu strategi yang baru. Dengan memahami sudut
pandangnya, seorang leader berkewajiban untuk memberikan pemahaman dengan
persepsi yang sama. Saya pikir masalahnya hanyalah persepsi, jika semua orang
memiliki tujuan yang sama untuk kebaikan perusahaan, semua permasalahan
penolakan yang timbul, tidak lebih dari perbedaan persepsi atau sudut pandang. Bukan masalah mereka berada di zona nyaman,
atau menjadi status quo.
Sekali lagi,
jelas bagi saya bahwa istilah “ zona nyaman “, “ comfort zone” , “status quo”,
atau apapun istilah yang memiliki definisi identik, hanyalah istilah ilusi,
tidak real, dan tidak lebih dari akal-akalan untuk menutupi tanggung jawab
seorang leader. Lebih mudah bukan mengkambing hitamkan istilah “zona nyaman”
yang divisualkan begitu rupa hingga
seolah tampak nyata atau visible.
No comments:
Post a Comment